RUU Perdagangan Lindungi Kepentingan Nasional

29-01-2014 / KOMISI VI

RUU Perdagangan segera disahkan DPR RI setelah dibahas selama dua kali masa sidang. Inilah undang-undang yang kelak akan melindungi kepentingan perdagangan nasional. Tidak sekedar menjadi payung hukum, RUU Perdagangan ini juga dinilai antiliberalisme.

Demikian mengemuka dalam konferensi pers Pimpinan Komisi VI DPR dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Press Room DPR, Rabu, (29/1). Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto, menegaskan, yang paling strategis dari RUU ini adalah pengaturan perlindungan komoditas penting dan pokok yang menjadi hajat hidup rakyat Indonesia. Dengan begitu, tak ada lagi kelangkaan dan harga yang melejit atas komoditas penting dan pokok tersebut.

Komoditas penting dan pokok tersebut, misalnya, komoditas pangan, pupuk, semen, dan lain-lain yang dimanfaatkan untuk pembangunan nasional. Untuk itu, kata Airlangga, Kemendag harus punya data primer yang valid untuk pantau komoditas penting dan pokok tersebut. Selanjutnya, di tangan Mendag, komoditas penting itu ditentukan sesuai kebutuhan nasional.

Airlangga menjelaskan, wacana merumuskan RUU Perdagangan sebenarnya sudah lama dilakukan, bahkan mencapai 30 tahun. Wacananya sudah dilakuakn sejak Mendag dijabat Arifin Seregar di tahun 1980-an. RUU ini bila sudah disahkan berarti akan menggantikan produk hukum Belanda, yaitu UU Penyaluran Perusahaan 1934 yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan Bedrijfsreglementerings Ordonnatie 1934.

Bisa dikatakan RUU ini akan menjadi tonggak sejarah baru yang mengatur dan menjamin kepastian terhadap kegiatan perdagangan Indonesia. RUU Perdagangan ini tidak saja menggantikan banyak produk UU lama yang bersinggungan dengan urusan perdagangan, tapi juga melengkapi produk UU lainnya yang terkait, seperti UU Perlindungan Konsumen, UU Kepabeanan, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, dan lain-lain.

Satu hal yang juga tidak kalah pentingnya, RUU ini mengatur secara detail dan tegas soal perjanjian perdagangan internasional. Dalam RUU ini, semua bentuk perjanjian internasional yang dilakukan pemerintah dengan negara lain, harus dilaporkan dan disetujui DPR. (mh), foto : rizka/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...